Feeds:
Posts
Comments

Posts Tagged ‘edelweiss’

Apa yang akan kalian perbuat jika rencana yang sudah tersusun rapi gagal terlaksana? Bingung, acak adut, kacrut, cenat-cenut..? Ya.. itulah yang saya alami beberapa hari yang lalu. Planing saya dan teman-teman akan mendaki Gunung Slamet yang telah disusun sedemikian rupa gagal terlaksana di hari H-1. Di hari itu, Tuhan mengingatkan kodrat saya sebagai seorang perempuan, yaitu menstruasi. Saya kabari beberapa teman kalo saya sedang mens. Sebenarnya saya tetap yakin, mendaki gunung saat mens itu tidak apa-apa. Asalkan tidak membuang “bekasnya” sembarangan. Toh niat saya tidak buruk.

Malamnya, Richo mengabari saya kalo yang sedang mens tidak diperbolehkan mendaki Gunung Slamet. Arrggghhhhhhhhh….langsung saya shocked. Kalo HP saya berubah jadi ayam panggang, pasti sudah saya makan pake sambel trasi.

Sebenarnya saya masih yakin bisa mendaki gunung Slamet, tapi saya lebih mengantisipasi agar tidak terjadi hal negatif yang bisa berakibat pada teman-teman lain. Aiisshhhh… rasanya saya lebih percaya hal klenik daripada percaya pada DPR.

Saking “panasnya” berasa pengen masukin kepala ke seember air es biar bisa meredam emosi. Bergaya macam orang yoga, akhirnya pikiran bisa lebih tenang. Saat itu saya hanya bisa perpikir positif dan berdoa,

“ Ya Tuhan, jika tak Kau ridhoi rencanaku, berikanlah rencana yang lebih indah setelah itu.”

Tak ingin sia2 persiapan saya dan teman2 jika tidak jadi mendaki, saya berinisiatif untuk mengalihkan pendakian ke gunung lain. Terserah. Kali ini saya hanya bisa makmum. Toh ini juga gara2 saya. Setelah terjadi perundingan melalui telepon, pilihan jatuh ke Gunung Merbabu via jalur pendakian Selo, Boyolali.

Demi saya, teman-teman yang sebagian belum kenal, mau menunggu. Demi saya, mereka rela menurunkan ego. Ya.. saya hanya bisa bersyukur, Tuhan mempertemukan saya dengan orang-orang baik.

Sebelum tidur, saya sempat membuka “Buku Rahasia”. Di bagian wishlist tertulis “Ngembaliin edelweiss ke Merbabu”. Wishlist adalah daftar impian yang ingin saya wujudkan. Saya selalu menuliskan keinginan, sekalipun itu hal sepele. Entah bagaimana cara Tuhan bekerja, satu per satu keinginan tersebut terwujud. Seperti juga saat ini. Rupanya Tuhan menyuruh untuk menunaikan kewajiban saya terlebih dahulu. Tanda tanya besar sudah hilang. Senyum lebar kembali keluar. Merbabu, aku akan kembali menemuimu.

Sekitar 2 tahun yang lalu, tepatnya tanggal 27 Juli 2010, saya dan beberapa teman mendaki Gunung Merbabu lewat jalur pendakian Selo. Saat perjalanan turun, dan melewati padang edelweiss, saya tergoda untuk memetiknya. Ya.. saya memang sangat suka bunga abadi yang katanya cermin pecinta alam itu.

Saat di rumah, seiikat edelweiss itu setia menghias sudut kamar. Dan selalu mengingatkan saya pada keindahan Merbabu. Tapi entah kenapa, sering muncul rasa bersalah. Pesan2 yang sering dikoar-koarkan para pecinta alam “dilarang mengambil kecuali gambar dan sampah” seakan2 hanya menjadi angin lalu.

Mulai saat itu, saya berjanji pada diri sendiri untuk tidak memetik edelweiss dimanapun saya mendaki. Terdengar sangat idealis dan sok suci, sih. Tapi BIARIN. Ini sudah menjadi janji saya. Memetik dan membawa pulang bunga edelweiss itu saya rasa bukan wujud cinta pada alam. Cinta itu tidak merusak, tapi merawat.

Untuk menebus rasa bersalah tersebut, saya berjanji akan mengembalikan edelweiss Merbabu yang pernah saya curi. Saat ini adalah waktunya. Demi menjalankan misi, saya harus bisa bersahabat dengan rasa capek, kantuk, dan tentu saja dingin.

Dalam satu rombongan terdiri dari 9 orang, yang pernah mendaki Merbabu lewat Selo hanya saya, itupun saya lupa-lupa ingat jalurnya. Berbekal sisa-sisa ingatan, dan intuisi dari Richo dan Vbree, pukul 8 pagi kami mulai pendakian. Mendaki pada pagi – siang tentu saja membutuhkan stamina dan air lebih banyak. Tapi juga bisa menikmati pemandangan. Seperti saat itu, semesta benar-benar sedang bersahabat. Cuaca cerah, awan putih menggulung, sesekali terlihat burung melintas, dan ditutup dengan senja menjingga, yang tak lama berubah kabut putih. Ini adalah kali pertama saya bisa menikmati senja di gunung. Sangat indah.

Malamnya, saya gunangan untuk istirahat. Terdengar suara tawa teman-teman dari luar tenda. Ingin sekali saya bergabung dengan mereka. Tapi pening di kepala ditambah sedikit nyeri haid mengurungkan niat. Obat nyeri sudah habis. Sebutir obat tidur saya minum. Ya..saya hanya ingin tidur. Atau misi saya gagal, gara2 saya tumbang. Dan saya tidak ingin hal itu terjadi.

Pukul 04.00, hanya saya dan Windu yang berniat muncak. 7 teman yang lain sudah terlanjur berkawan dengan rasa nyaman. Ransel sudah di punggung, pantang untuk diturunkan.

2 sabana sudah terlewati. Di sabana 3, saya dan Windu berhenti untuk menikmati sunrise. Namun karena rasa mual, Windu lebih memilih istirahat. Jadilah saya menikmati sunrise seorang diri dengan diiringi angin gunung yang membuat dingin semakin menusuk.

Mentari mulai meninggi. Tak kuat menahan rasa mual, akhirnya kami memutuskan kembali turun menemui teman-teman. Melewati sabana-sabana ini memuat ingatan saya kembali ke 2 tahun lalu. Saat pertama kali mendaki Merbabu. Jadi semacam napak tilas.

Sampai di sabana 1, kami berhenti. Di sinilah saya mencuri edelweiss itu. Seikat edelweiss yang tersimpan di stoples saya keluarkan. Saya kembalikan ke tempat sebenarnya dia berada. Seperti percakap dengan seorang sahabat, saya ucapkan maaf dan selamat tinggal pada edelweiss. Kau lebih indah di sini daripada di vas bunga. Biarlah kau berseri di gunung tinggi dan setia mengiringi mentari. Terimakasih telah menemaniku selama 689 hari ini. Rasa bersalah berganti rasa lega, kami kembali turun.

 

 

#Merbabu, 19 Mei 2012

Read Full Post »

————-

 

*Tiba2 pusing di kepala berlipat2 rasanya…..

Read Full Post »

Aku ingin pergi ke padang edelweiss bersama kamu. Ya.. kamu, yang sampai saat ini belum aku tahu. Memandangi hamparan edelweiss dengan diiringi alunan Efek Rumah Kaca dan lagu2 kesukaan kita. Nyaman… Damai..

Read Full Post »