Feeds:
Posts
Comments

Archive for May 11th, 2012

Tet..teret,..teret… #ringtone bersuara Themesong Closing Spogebob berbunyi. Tanda SMS masuk. Sebuah pesan singkat dari Sasha, yang isinya ajakan short trip ke Sarangan tanggal 21- 22 April 2012.  “Yoh..”. tanpa pikir panjang, balasan sms yang hanya berisi 3 huruf itu langsung terkirim. Ini salah satu nilai plus atau minus, saya kurang paham. Jika ada ajakan nge-trip alias nggembel, indikator semangat saya langsung naik sekian bar. Pahadal kalo dipikir2 tanggal segitu pas masuk tanggal sekarat. But..it’s OK. Berubah jadi sapi ngepet atau malakin koruptor pasti dapat mengatasi.

Beberapa hari sebelum hari H, saya dan Sasha mulai cari2 informasi jadwal kereta. Tentu saja di bawah komando Ijah. Dia memberi 2 alternatif pilihan kereta, KA Pasundan atau Kahuripan. Sepertinya dia mantan asisten masinis yang teladan. Atau bisa jadi calo tiket yang sudah insaf. #Entahlah. #Abaikan.

Sabtu paginya, meluncurlah saya ke Stasiun Lempuyangan buat ngecengin masinis. Tapi apa daya, yang saya temui malah mbaksinis. Hahhahaa. Sejujurnya saya mau beli tiket odong-odong, berhubung tidak ada, jadi ya saya beli tiket kereta aja. #Ngak Penting.

Dengan memberikan upeti sepesar Rp 70.000,-, 2 tiket KA. Pasundan jurusan Stasiun Barat, Magetan keberangkatan jam 15.10 WIB sudah berpindah ke tangan saya. Balik lagi ke rumah, buat lanjutin “nukang”. Lumayan, bisa buat tambahan beli coklat chacha buat ngemil di kereta.

“Su.. kowe Nengdi? Cepet. Keretane wis tekan.”

Rupanya Sasha lebih duluan nyampe di Lempuyangan. Seperti biasa, biar kaya jagoan, saya datangnya belakangan. Emm. Lebih tepatnya telat. Saya yakin, pasti saat itu jantung Sasha berdetak lebih kencang seperti genderang mau perang. Soalnya yang bawa tiketnya kan saya. Hahahahhaa. Percayalah Su, saat itu diri ini juga merasakan apa yang kau rasa. Dengan nyetir motor bak Valentino Rossi, berhasillah kakak saya mengantarkan sebelum kereta berangkat. #Elus2 dada.

Mulai masuk peron, dan mencari keberadaan gerbong 6. Tak berapa lama, kereta berangkat. Tenggelamlah kami dalam perjalanan dengan banyak percakapan di kereta ekonomi yang sudah seperti pasar. Mulai dari penjual minuman, makanan, buku bacaan sampai alat masak. Rame dan seru. Himpitan ekonomi memang membuat orang2 itu berpikir makin kreatif.. 🙂

Magrib, kami sampai di Stasiun Sragen. Kereta berhenti cukup lama. KA Pasundan tergolong kereta yang sabar. Harus mengalah demi kereta bisnis dan eksekutif. Sekali lagi, realita “Money Talks”. Kalo ada award kereta tersabar, pasti KA Pasundan sudah masuk nominatornya. Saking lama berhentinya, bahkan saya saja sempat tertidur.

Demi mencari keamanan agar tidak kebablasan kereta, kami berpindah ke sambungan gerbong kereta. Bertemankan bintang, dalam sebuah perjalanan. Aisshh..kenapa pas sama Sasha. -____-“

Tiba di Stasiun Barat, kami turun. Mulailah kami mencari keberadaan Ijah. “Mbaaaakkkk….”. tiba2 suara itu muncul. Saya kira ada anak2 yang mengaku2 sebagai adik kandung kami. Eee… ternyata itu suara Ijah. Rupanya Ijah dan sodaranya, Ryan sudah menunggu cukup lama. Cipika-cipiki, lalu meluncurlah kami ke rumahnya.

Sampai di rumah Ijah, keluarganya menyambut kedatangan kami. Istirahat sebentar, lalu makan malam dengan menu sederhana tapi mengena. Dengan topik percakapan Iwak Peyek. Sampai akhirnya aura kasur memanggil.

Jam 6 pagi, kami berpamitan sama keluarganya Ijah. Seperti rencana, kami berempat akan ke Telaga Sarangan dan Air Terjun Tirtosari. Padahal rencananya mau berburu sunrise di telaga. Hahahaha.

Di perjalanan menuju Telaga Sarangan, dari sisi timur Gunung Lawu terlihat gagah. Jelas, tanpa tertutup kabut. Menegok ke sebelah timur. Sekali lagi saya terkagum2, lebih tepatnya bertingkah norak. Bagaimana tidak. Tak perlu ke tempat yang tinggi, kami sudah bisa melihat sunrise. Bulat penuh dengan gradasi warna magenta dan jingga. Semacam sambutan hangat “Selamat Datang di Magetan”.

Sekitar 45 menit, kami telah sampai di Tegala Sarangan. Karena kepagian, loket tiket belum buka dan masih sepi pengunjung. Itulah keuntungan bagi kaum yang bangun pagi. Mulailah kami keliling2 telaga. Lalu menyewa sebuah kapal dengan harga Rp 40.000,-. Menikmati telaga, dengan latar gunung Lawu diiringi mentari yang kian meninggi.

Destinasi kedua adalah Air Terjun Tirtosari. Butuh sekitar 10 menit dengan menaiki sepeda motor untuk sampai di sini. Untuk sampai di air terjunnya, kami harus berjalan kurang lebih 3 km. Dijamin berjalan kaki tidak akan bosan. Karena memandangan sepanjang perjalanan cantik sekali. Perbukitan hijau yang ditumbuhi pepohonan menghiasi kanan kiri. Sungai kecil mengalir membelah ladang yang ditumbuhi wortel, kol, daun bawang, dll. Dengan bonus langit membiru tak ada pertanda akan mendung, dan mentari yang tak terasa menyengat.

Perjalanan yang menanjak, mengisyaratkan pada kami untuk istirahat. Suara deru air semakin terdengar jelas. Setelah melewati 2 tingkat dam air, sampailah kami di Air Terjun Tirtosari.

“Pelangi… Ada pelangi”, Ya… selengkung pelangi sedang menghiasi Air Terjun Tirtosari. Pertanda menyambut kedatangan kami. Tak berapa lama, saya, Ijah dan Rian mulai berganti “kostum basah-basahan”. Karena males ke kamar mandi, sarung milik bapak penjual sate kami pinjem buat ganti celana. Sret..sret.. beres deh. It’s called the power of sarung. Hehehehe.

“Sini..bermainlah bersamaku”, seakan-akan pelangi itu berbicara kepada kami. Mengunjungi air terjun tapi tak berbasah-basah ria itu rasanya kurang puas. Apalagi ditambah dengan sambutan selamat datang dari pelangi. Aihh… bagaimana bisa menolak. Deru air yang menggebu dari ketinggian kurang lebih 30 m, membuat saya serasa dipijitin. Lelah perjalanan tiba-tiba musnah sudah. Katanya, airnya bisa bikin awet muda dan bikin berkah. Kalo saya sih percaya gak percaya. Kan saya emang udah awet muda. Hehehehehe. Rejeki juga sudah ada “Si Bos” yang ngatur, tinggal kita yang pintar-pintar cari celah.

Puas bermain-main, lalu kami ganti baju. 2 porsi sate kelinci dan sate ayam kami pesan dengan dibandrol Rp 7.000,- per porsi sudah siap disantap. Mulailah kami menikmati sate dengan gemuruh air terjun sebagai suara latar, tak terasa akan adanya polutan.

Makin siang pengunjung makin banyak. Membuat kami memutuskan meninggalkan Air Terjun Tirtosari. Rupanya sang pelangi masih setia menemani. Tapi maaf, kami harus pergi. Terimakasih atas deru air terjun yang menggebu, hijaunya perbukitan, birunya langit, dan bonus pelangi. Semesta benar-benar sedang bersahabat dengan kami.

Momen seperti ini sia-sia kalo gak ada photo sesion-nya. Bukan mahluk2 absurd kalo posenya standard2 aja. Mulailah kami foto dengan berbagai pose. Nungging, kayang, nendang, sampai pose anjing kencing sudah kami coba. Urat malu kami, emm.. lebih tepatnya saya dan Sasha, sepertinya sudah putus.

Kembali lagi ke Sarangan, rupanya pengunjung sudah membeludak. Setelah mendapat tempat yang tepat, kami duduk2 di pinggir telaga, dengan menikmati segelas kopi susu. Yang tak lama kemudian penjualnya mengisyaratkan setengah memaksa agar membeli sate kelinci dagangannya. Menikmati lagi sate kelinci, dengan ditemani segerombolan monyet yang tiba2 (seperti) ngajak temu kangen dengan kami.

Pukul 12.30, kami meninggalkan Telaga Sarangan. Ijah mengajak kami ke sebuah telaga. Mini telaga, lebih tepatnya. Sebuah telaga yang saya tak tahu namanya. Istirahat sejenak dan menikmati ketenagan yang ditawarkan.

Waktu juga yang mengingatkan kami, bahwa kami harus balik ke stasiun. Tiket pulang belum ada di kantong. Perlahan-lahan kami menuju Stasiun Madiun sambil menikmati sisa-sisa pemandangan yang tak berapa lama kemudian berganti lalu lalang kendaraan.

Perbedaan suhu sangat terasa ketika sampai di Stasiun Madiun. Suhu yang tadi dingin kini berganti panas menggila. Dengan tiket kereta Gaya Baru Malam yang sudah kami dapat, kami tinggal menunggu jam keberangkatan. Rencananya mau makan pecel madiun. Sayangnya belum buka.

Sebelum jam 16.45 WIB, kami berpamitan sama Ijah dan Rian. Big thanks for you, yang telah bersedia menampung makhluk2 seperti kami. Tak berapa lama, kereta tiba. Kali ini di gerbong 7.

Perlahan-lahan kereta bergerak. Mengantarkan kami pulang. Melarutlah saya dan Sasha dalam percakapan tentang cita2, cinta, pengalaman, dan banyak hal di sambungan gerbong kereta.

Berakhirlah short trip absurd kali ini, setelah bertemu bintang, sunrise, air terjun, langit biru, tenangnya telaga, dan ditutup dengan iringan senja yang kian menua. Rupanya semesta berkonspirasi menyambut kedatangan kami. Yaa..semua itu tak akan pernah kami temui jika kami hanya berdiam diri di rumah… 🙂

Read Full Post »